JAKARTA – Meskipun Umrah Mandiri telah diizinkan oleh undang-undang terbaru, Menteri Haji dan Umrah RI, M. Irfan Yusuf (Gus Irfan), menilai pelaksanaannya di lapangan belum optimal dan masih menghadapi kendala serius.
Gus Irfan menyatakan bahwa secara hukum (UU No. 14 Tahun 2025), umrah mandiri memang dimungkinkan. Namun, secara praktis, prosesnya masih rumit dan berisiko tinggi, sehingga jemaah cenderung tetap bergantung pada biro perjalanan resmi atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Risiko Fatal Umrah Mandiri
Menteri Irfan memberikan contoh nyata risiko yang terjadi di Arab Saudi, “Ada jemaah asal Indonesia yang meninggal dunia saat umrah mandiri. Jenazahnya tidak tertangani selama 15 hari karena tidak ada penanggung jawab resmi dari agen travel yang mengurus proses administrasi dan pemulasaraan jenazah di Tanah Suci.”
Hal itu karena jemaah yang berangkat tanpa layanan travel resmi seringkali tidak memiliki pihak yang bertanggung jawab untuk membantu ketika terjadi insiden, seperti sakit, kehilangan dokumen, atau kematian.
Imbauan: Tetap Gunakan PPIU Resmi
Meskipun UU mengizinkan tiga skema perjalanan umrah (melalui PPIU, Mandiri, atau melalui Menteri), Gus Irfan mengimbau agar jemaah, terutama yang baru pertama kali, tetap menggunakan jasa PPIU resmi. Hal ini penting untuk memastikan keamanan, pendampingan, dan perlindungan jemaah selama berada di Tanah Suci tetap terjamin.












