Sa’i Umrah – Shafa Marwah

sai-umrah
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Pengertian Sa’i

Sa’i menurut bahasa artinya “berjalan” atau “berusaha”. Menurut istilah, sa’i berarti berjalan dari Shafa ke Marwah, bolak-balik sebanyak tujuh kali yang dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwah, dengan syarat dan cara-cara tertentu.

Hukum Sa’i

Menurut Imam Syafi’i, Maliki, dan Hambali, sa’i adalah salah satu rukun haji dan umrah yang harus dikerjakan oleh jemaah haji atau umrah, jika seseorang tidak mengerjakan sa’i maka ibadah haji dan umrahnya tidak sah. Sedangkan menurut Imam Hanafi, sa’i adalah salah satu wajib haji yang harus dikerjakan oleh jemaah haji; jika seseorang tidak mengerjakannya ia harus membayar dam. Menurut lbn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, lbn Abbas, lbn Zuhair dan lbn Sirrin, sa’i itu hukumnya sunnah, dan tidak ada dam bagi yang meninggalkan.[1]

Syarat Sah Sa’i

  1. Didahului dengan thawaf.
  2. Dimulai dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah.
  3. Menyempurnakan tujuh kali perjalanan dari bukit Shafa ke bukit Marwah dihitung satu kali perjalanan dan sebaliknya perjalanan dari bukit Marwah ke bukit Shafa dihitung satu kali perjalanan.
  4. Dilaksanakan di tempat Sa’i.

Sunnah Sa’i

  • Setelah mendekati bukit Shafa membaca:

 إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللّهِ, أَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللّهُ بِهِ.

  • Berjalan biasa di antara Shafa dan Marwah, kecuali di sepanjang lampu hijau, jemaah laki-laki disunatkan berjalan cepat (berlari­ lari kecil), jemaah perempuan tidak disunahkan lari-lari kecil.
  • Saat naik ke bukit Shafa menghadap Kiblat dan membaca:

اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ. لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ أَنْجَزَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابِ وَحْدَهُ.

  • Dalam perjalanan antara Shafa dan Marwah jemaah berzikir kepada Allah atau membaca ayat-ayat AI-Qur’an dan berdoa untuk keselamatan dunia dan akhirat.
  • Mengerjakan sa’i secara berturut-turut (muwalat) tanpa berhenti kecuali ada udzur.

Sa’i Bagi Jemaah Udzur

Bagi orang yang sehat, kuat dan mampu berjalan, sebaiknya sa’i dilakukan dengan berjalan kaki, sedangkan bagi yang udzur disebabkan lemah atau sakit, boleh dilakukan dengan digendong, menggunakan kursi roda atau naik skuter matik.[2] Sa’i boleh naik kendaraan berdasarkan hadits sebagai berikut.

عن جابر بن عبدالله يقول طَافَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في حجة الوداع عَلَى رَاحِلَتِهِ، بِالْبَيْتِ, وَبا الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ لِيَرَاهُ النَّاسُ، وَلِيُشْرِفَ, لِيَسْأَلُوهُ, فَإِنَّ النَّاسَ غَشُوهُ

“Dari Jabir bin ‘Abdullah ra. berkata; Nabi Saw ketika tاawaf pada haji wada’ dengan menaiki tunggangannya , dan juga ketika sa’i di Safa dan Marwah, orang ramai melihatnya dan beliau dapat menyelia untuk mereka bertanya kepada beliau, maka sesungguhnya orang ramai mengerumuni beliau.” [3] (HR.Muslim dari Jabir ra.).

Apabila seseorang tanpa udzur melakukan sa’i dengan naik kendaraan maka hukumnya diperbolehkan dan tidak makruh, hanya saja ini menyelisihi yang lebih utama dan tidak ada kewajiban membayar dam atasnya.[4]

Ketentuan Lain

Selain itu, ada beberapa ketentuan terkait dengan sa’i sebagai berikut:

  • Menurut jumhur ulama’, dalam sa’i tidak dipersyaratkan seseorang harus suci dari hadas besar dan hadas kecil.
  • Sa’i dikerjakan setelah thawaf ifadhah dan thawaf umrah.
  • Bagi jemaah yang melaksanakan haji ifrad dan qiran tidak perlu melakukan sa’i lagi ketika melakukan thawaf ifadhah jika ia telah melaksanakan sa’i setelah thawaf qudum.
  • Tidak ada sa’i sunnat.

 

[1] An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh, al-Muhadzdzab, Juz.VII, hlm.104

[2] Sa’i dengan berjalan kaki adalah sunnah menurut golongan madzhab Syafi’i, madzhab Maliki dan dalam satu riwayat madzhab Hambali. Sementara itu menurut madzhab Hanafi, sa’i dengan berjalan kaki hukumnya wajib dan apabila ditinggalkan wajib membayar dam.Berjalan kaki murupakan syarat sa’i menurut satu riwayat dalam madzhab Hambali dan Maliki. Sa’id Basyanfar, al-Mughni fi Fiqhal-Hajj wa al’Umrah, hlm.234

[3] Muslim, nomor hadits, 1273. Al-Bukhari nomor hadist, 1633

[4] An-Nawawi, AI-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab Ii as-Syirazi juz,VII ha!.103.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terkait

dam-umrah
Ukhasah

Dam Umrah (Denda)

Dam menurut bahasa artinya darah, sedangkan menurut istilah adalah mengalirkan darah untuk Baitullah dengan menyembelih ternak berupa kambing, unta, atau

Baca Selengkapnya »
Niat Ihram Umrah
Ukhasah

Niat Ihram Umrah

Kata Ihram berasal dari kata احرم – يحرم – احراما yang berarti mengharamkan. Dalam kontek haji dan umrah, ihram berarti

Baca Selengkapnya »
bacaan-talbiyah
Ukhasah

Bacaan Talbiyah

Hukum membaca talbiyah Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum membaca talbiyah, antara lain sebagai berikut: Fardu Menurut Abu Hanifah, Imam al-Tsaury,

Baca Selengkapnya »
Ukhasah

Hukum Umrah

Para ulama sepakat menyatakan bahwa ibadah umrah sama halnya dengan ibadah haji adalah suatu ibadah yang disyariatkan. Abu Hurairah menuturkan,

Baca Selengkapnya »