Wacana pembentukan Kementerian Haji dan Umrah kembali mencuat dan semakin menguat setelah masuk dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Menurut Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, usulan tersebut berangkat dari hasil evaluasi pelaksanaan ibadah haji selama satu tahun terakhir. Evaluasi itu menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan status kelembagaan dari yang semula berbentuk badan, menjadi kementerian. Langkah ini dinilai penting untuk memperkuat koordinasi, terutama dengan otoritas Arab Saudi dalam hal penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
“Ini bukan soal memperbesar struktur kabinet, tapi soal kebutuhan. Setelah dibentuk badan dan pelaksanaan haji tahun kemarin dievaluasi, ternyata muncul kebutuhan kelembagaan yang lebih kuat—yaitu setingkat kementerian,” ujar Prasetyo.
Selain faktor koordinasi, tingginya mobilitas jemaah umrah asal Indonesia juga menjadi pertimbangan utama. Setiap tahun, lebih dari 2 juta warga Indonesia tercatat melakukan ibadah umrah, jauh melampaui jumlah jemaah haji yang hanya sekitar 221 ribu orang per tahun.
Menanggapi hal ini, Anggota DPR dari Fraksi PKB, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyebut bahwa potensi jemaah umrah yang sangat besar bisa dioptimalkan lebih baik jika pengelolaannya terpusat. Ia juga mendorong agar seluruh aktivitas haji dan umrah bisa dipusatkan di satu kawasan, yaitu Kampung Haji, yang diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional.