Miqat secara bahasa adalah batas, sedangkan secara istilah adalah tempat atau waktu memulai ibadah. Miqat ada dua:
Miqat Zamani
Miqat zamani adalah ketentuan batas waktu untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Dan waktu untuk melaksanakan ibadah umrah kapan saja sepanjang tahun, sedangkan miqat zamani untuk melakanakan ibadah haji adalah bulan Syawal, Dzul Qa’dah, dan sepuluh hari di awal bulan Dzul Hijjah.
Miqat Makani
Nabi Muhammad SAW telah menentukan lima tempat untuk memulai ihram. Dan setiap orang yang akan melaksanakan ibadah haji atau umrah wajib berihram dari salah satu dari lima tempat tersebut, yaitu:
- Masjid Dzul Hulaifah atau yang dikenal dengan Bir ‘Ali, adalah miqat bagi penduduk Madinah, dan orang-orang yang melewati Madinah. Dan ini miqat terjauh dengan jarak dari Bir ‘Ali ke Makkah al-Mukaramah kurang lebih 450 km.
- Al-Juhfah, adalah miqat bagi penduduk Syam (Suriyah, Libanun, Undun, Palestina), Maghribi, Mesir, Benua Afrika, dan bagi orang yang melewatinya. Jarak dari al-Juhfah ke Makkah al-Mukarramah kurang lebih 183 km.
- Qornul Manazil, adalah miqat bagi penduduk Najed, Kuwait, Imarat, Iran, Iraq, dan orang-orang yang melewatinya. Jarak dari Qarnul Manazil ke Makkah al-Mukarramah kurang lebih 75 km.
- Yalamlam (al-Sa’diyah) adalah miqat penduduk Yaman. Dan yang bisa berihram dari miqat ini adalah orang Malaysia, Cina, Hindia, Indonesia, dan lainya yang datang dari Asia, serta bagi orang-orang yang melewatinya. Jarak dari Yalamlam ke Makkah al- Mukarramah kurang lebih 120 km.
- Dzatu ‘Irqin (Al-Dharibah), adalah miqat penduduk Irak, ahlul masyriq, dan bagi orang-orang yang melewatinya. Jarak dari Dzatu ‘Irqin ke Makkah al- Mukarramah kurang lebih 94 km.[1]
Bagi yang melampaui tempat-tempat itu dengan sengaja tanpa berihram, wajib kembali ke tempat tersebut. Kalau tidak kembali, wajib membayar dam dengan menyembelih seekor kambing dan dibagikan kepada orang fakir-miskin setempat.[2]
Tempat ihram umrah untuk orang Makkah atau orang yang mukim di Makkah yaitu tanah halal terdekat. Menurut ulama’ Syafi’iyah dan Malikiyah tanah halal yang lebih utama adalah Ji’ranah lalu Tan’im. Menurut ulama’ Hanafiyah dan Hanabilah adalah Tan’im, lalu Ji’ranah, kemudian Hudaibiyah.[3]
[1] Said bin Abd. Qadir Basyanfir, al-Mughni fi Fiqhi al-Hajj wa al-Umrah, (Bairut: Dar Ibnu Hazm, 2013), 65-66.
[2] Tholal bin Ahmad al-‘Aqil, Petunjuk Bagi Jama’ah Haji dan Umrah, 12.
[3] Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqhu al-Islamy wa ‘Adillatuhu, Juz 3, 130.