Awal Mula Mimbar Nabi

Pada masa awal Rasulullah SAW berdakwah di Masjid Nabawi, suasana masih sangat sederhana. Saat itu, beliau menyampaikan khutbah dengan berdiri bersandar pada sebatang batang pohon kurma yang ada di dalam masjid. Batang pohon tersebut menjadi tempat Rasulullah berpegangan setiap kali berbicara di hadapan para jemaah. Namun, seiring berjalannya waktu, jumlah kaum Muslimin yang hadir dalam majelis semakin bertambah banyak. Kondisi ini membuat sebagian jemaah, terutama yang berada di bagian belakang, kesulitan untuk melihat dan mendengar dengan jelas khutbah yang disampaikan.
Melihat hal itu, seorang wanita dari kalangan Anshar — yang dikenal memiliki kepedulian besar terhadap dakwah — mengusulkan kepada Rasulullah SAW agar dibuatkan sebuah mimbar. Tujuannya agar beliau bisa berdiri lebih tinggi, sehingga suara dan keberadaannya dapat dijangkau oleh seluruh jemaah. Rasulullah menyambut baik saran tersebut, dan kemudian dibuatlah sebuah mimbar kayu sederhana dengan tiga tingkatan.
Mimbar ini bukan hanya menjadi sarana praktis dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman, tetapi juga menjadi simbol penting dalam sejarah dakwah Islam. Sejak saat itu, Rasulullah mulai menggunakan mimbar tersebut ketika memberikan khutbah Jumat maupun ceramah kepada umat
Dibuat oleh Siapa?

Mimbar pertama yang digunakan oleh Rasulullah SAW memiliki latar belakang yang sederhana namun penuh makna. Mimbar ini dibuat oleh seorang tukang kayu yang merupakan budak milik seorang wanita dari kalangan Anshar. Meski berasal dari tangan seorang hamba sahaya, mimbar tersebut menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan dakwah Islam.
Desainnya tidak rumit—terdiri dari tiga anak tangga kayu yang kokoh. Namun, kesederhanaan itulah yang justru mencerminkan karakter Islam pada masa awal: fungsional, bersahaja, dan penuh nilai. Saat menyampaikan khutbah, Rasulullah SAW berdiri di anak tangga yang kedua, sementara anak tangga ketiga digunakan untuk duduk ketika beliau ingin beristirahat sejenak.
Keberadaan mimbar ini menandai perubahan penting dalam cara penyampaian khutbah di tengah umat. Tidak hanya memudahkan para jemaah untuk mendengar dan melihat Rasulullah dengan lebih jelas, tetapi juga menjadi simbol kepemimpinan dan pengajaran yang terstruktur dalam ajaran Islam. Sejak saat itu, mimbar menjadi elemen tetap dalam masjid-masjid kaum Muslimin di seluruh dunia.
Jejak Nubuwah

Dalam tradisi Islam, mimbar Nabi Muhammad SAW bukan hanya sekadar tempat beliau menyampaikan khutbah, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang tinggi. Para ulama memandang mimbar tersebut sebagai salah satu tempat yang diberkahi. Hal ini karena mimbar itu sering disentuh dan digunakan langsung oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan ajaran Islam kepada umatnya. Sentuhan dan kehadiran beliau di tempat itu menjadikannya memiliki kedudukan khusus di hati kaum Muslimin.
Salah satu area paling istimewa di Masjid Nabawi adalah bagian yang terletak antara mimbar Nabi dan rumah beliau—yang kini menjadi tempat dimakamkannya Rasulullah SAW. Area ini dikenal sebagai Raudhah, atau lebih lengkapnya Raudhah al-Muthahharah. Dalam beberapa hadis shahih, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa tempat ini adalah bagian dari taman surga (Riyadhul Jannah). Oleh karena itu, Raudhah menjadi salah satu tempat paling dicari dan didambakan oleh para peziarah yang datang ke Madinah, dengan harapan bisa berdoa di sana dan mendapatkan keberkahan dari tempat yang suci.
Lokasi Mimbar Saat Ini

Saat ini, posisi mimbar Rasulullah SAW berada tidak jauh dari mihrab beliau, yang terletak di dalam area Raudhah di Masjid Nabawi. Meskipun mimbar yang asli sudah tidak digunakan lagi, lokasi tempat mimbar tersebut pernah berdiri tetap dilestarikan dan dijaga dengan penuh kehormatan.
Area ini termasuk dalam salah satu bagian tersuci di Masjid Nabawi. Raudhah sendiri dikenal sebagai tempat yang penuh keberkahan, di mana doa-doa diyakini lebih mudah dikabulkan. Karena itulah, banyak jemaah dari berbagai penjuru dunia berlomba-lomba untuk bisa salat dan berdoa di kawasan ini, termasuk di sekitar bekas mimbar Nabi. Keberadaannya bukan hanya menjadi pengingat akan sejarah awal Islam, tetapi juga simbol kedekatan spiritual dengan Rasulullah SAW.
Apakah Masih Mimbar yang Sama?

Seiring berjalannya waktu, mimbar asli yang pernah digunakan oleh Rasulullah SAW tidak lagi digunakan secara fungsional karena faktor usia dan kondisi materialnya yang telah menua. Namun demikian, posisi dan bentuk aslinya tetap dipertahankan dengan penuh kehati-hatian. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan sejarah yang sangat mulia.
Mimbar tersebut menjadi simbol penting dalam perjalanan dakwah Rasulullah SAW dan berperan besar dalam menyampaikan pesan-pesan keislaman kepada umat. Oleh karena itu, meskipun secara fisik tidak lagi digunakan, keberadaannya tetap dijaga sebagai bagian dari peninggalan sejarah yang sarat makna spiritual dan emosional bagi kaum Muslimin di seluruh dunia.