Umroh di Zaman Nabi Ibrahim

Ka’bah pertama kali didirikan oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya, Nabi Ismail AS, sebagai simbol utama tauhid atau penyembahan kepada Allah SWT. Pada masa itu, syariat umrah sebagaimana kita kenal sekarang belum diturunkan, dan belum ada kewajiban untuk melaksanakannya. Meskipun demikian, Ka’bah sudah menjadi pusat spiritual bagi umat yang beriman kepada Allah. Praktik ibadah seperti tawaf dan sa’i juga belum dibakukan seperti yang kita laksanakan saat ini, namun fondasi ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa telah tertanam kuat sejak saat itu.
Umroh di Masa Jahiliyah

Meskipun Ka’bah tetap menjadi tempat yang dikunjungi banyak orang, makna sucinya perlahan mulai tergeser. Masa itu, bangunan yang seharusnya menjadi simbol tauhid justru dipenuhi dengan patung dan berhala. Banyak ritual yang awalnya merupakan bentuk penghambaan kepada Allah berubah menjadi praktik-praktik yang menyimpang, seperti thawaf tanpa busana dan doa-doa yang ditujukan kepada berhala. Umrah pun bukan lagi dimaknai sebagai ibadah yang murni, melainkan lebih sebagai tradisi turun-temurun yang kehilangan esensi spiritualnya. Ka’bah memang dijaga secara fisik, namun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah jauh dari ajaran tauhid.
Umroh di Zaman Nabi Muhammad SAW

Pada tahun ke-6 Hijriah, Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat berupaya melaksanakan umrah, namun perjalanan tersebut tertahan oleh kaum Quraisy. Upaya ini kemudian menghasilkan Perjanjian Hudaibiyah, yang menjadi titik penting dalam sejarah dakwah Islam. Setahun setelahnya, tepatnya pada tahun ke-7 Hijriah, Rasulullah SAW kembali ke Makkah untuk menunaikan Umrah Qadha sebagai bentuk ganti dari umrah yang tertunda sebelumnya. Inilah momen bersejarah di mana Nabi dan para sahabat untuk pertama kalinya secara resmi melaksanakan umrah dalam kerangka ajaran Islam. Sejak saat itu, umrah diakui sebagai salah satu bentuk ibadah yang sah dan menjadi bagian dari syariat umat Islam.
Umroh di Era Khulafaur Rasyidin & Dinasti Islam

Seiring berkembangnya Islam, infrastruktur di sekitar Ka’bah mulai dibenahi—sumur Zamzam dipelihara, jalan-jalan diperbaiki, dan fasilitas pendukung diperkuat untuk melayani para jamaah. Ka’bah pun kembali menjadi pusat ibadah dunia. Umat Islam dari berbagai penjuru dunia—mulai dari Asia, Afrika, hingga Eropa—mulai berdatangan untuk menunaikan umrah. Perjalanan yang mereka tempuh bukanlah perkara mudah; banyak rombongan harus menempuh perjalanan darat dan laut yang memakan waktu berbulan-bulan. Meski penuh tantangan, semangat mereka untuk beribadah di Tanah Suci tak pernah surut.
Umroh di Abad 20: Dari Onta ke Pesawat

Memasuki era 1950-an, moda transportasi jamaah umrah mulai mengalami perubahan besar. Banyak jamaah dari berbagai negara mulai menggunakan kapal laut sebagai sarana utama menuju Tanah Suci. Perjalanan yang dulunya memakan waktu berbulan-bulan kini menjadi lebih terjangkau dan terorganisir. Lompatan besar terjadi pada dekade 1980-an, ketika penerbangan komersial ke Jeddah mulai populer. Akses ke Makkah menjadi jauh lebih cepat dan nyaman, membuka peluang lebih luas bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah umrah. Seiring dengan kemudahan ini, bermunculanlah biro haji dan travel umrah yang membantu mengatur perjalanan ibadah secara lebih profesional dan terstruktur.
Umroh di Era Modern & Digital (2020-an)

Di era digital seperti sekarang, menunaikan umrah menjadi jauh lebih mudah dan praktis. Pendaftaran bisa dilakukan hanya melalui aplikasi seperti Nusuk, tanpa perlu antre panjang atau proses rumit. Visa umrah pun kini tersedia dalam bentuk elektronik dan bisa didapatkan secara instan. Bahkan, manasik umrah tak lagi harus dilakukan secara langsung—banyak jamaah yang mengikutinya secara virtual melalui platform seperti Zoom.
Fasilitas di Tanah Suci pun terus berkembang. Jamaah dapat menikmati akomodasi hotel berbintang, transportasi ber-AC, hingga teknologi live streaming langsung dari Masjidil Haram yang memungkinkan keluarga di rumah ikut menyaksikan momen ibadah. Tak hanya itu, pengalaman umrah kini juga sering dibagikan di media sosial. Banyak konten perjalanan spiritual ini menjadi viral di TikTok dan Instagram, menjadikan umrah sebagai pengalaman yang tak hanya sakral, tetapi juga menginspirasi secara digital.