Hukum membaca talbiyah
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum membaca talbiyah, antara lain sebagai berikut:
- Fardu
Menurut Abu Hanifah, Imam al-Tsaury, dan Imam al- Dhahiri, bacaan talbiyah termasuk rukun ihram, ihram tidak sah tanpa bacaan talbiyah, seperti takbir dalam shalat.
- Wajib
Menurut Imam Malik bacaan talbiyah adalah wajib, sehingga bila ditinggalkan harus bayar dam.
- Sunnah
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, bacaan talbiyah adalah sunnah, bila tidak dibaca tidak berkonsekwensi apa-apa.[1]
Lafadz talbiyah, Shalawat, dan Do’a
Bacaan Talbiyah:
لَبَّيْكَ اللّٰهُمَّ لَبَّيْكَ, لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ, إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ.
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya puji, kemuliaan dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”
Bacaan Shalawat:
أَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
“Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan kepada junjungan kami Muhammad dan keluarganya.”
Do’a Sesudah Shalawat:
أَللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
“Ya Allah, sesungguhnya kami memohon keridhaan-Mu dan surga, kami berlindung kepadaMu dari kemurkaan-Mu dan siksa neraka. Wahai tuhan kami berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan hindarkan kami dari siksa api neraka.”
Waktu membaca talbiyah
Bagi orang yang berihram haji membaca talbiyah sejak berihram sampai pada tanggal 10 Dzul Hijjah ketika melontar Jumrah Aqabah. Dan bagi orang yang berihram umrah ber-talbiyah sejak mulai niat ihram sampai istilam (mengusap Hajar Aswad dengan telapak tangan dan mencium Hajar Aswad / melambaikan telapak tangan ke arah Hajar Aswad lalu mencium telapak tangan) pada Hajar Aswad atau memulai pekerjaan thawaf.[2]
[1] Said bin Abd. Qadir Basyanfir, al-Mughni fi Fiqhi al-Hajj wa al-Umrah, 89.
[2] Said bin Abd. Qadir Basyanfir, al-Mughni fi Fiqhi al-Hajj wa al-Umrah, 95-96.